Jumat, 12 Februari 2016

Emak-emak Mengejar Beasiswa: Part 2

Okeh, kita sambung lagi ya tulisan kemarin...Memang nggak ada yang pernah bilang ke saya, kalau mengejar beasiswa setelah punya anak itu tidak mudah. Saya tidak menyebutnya sebagai hambatan ya, tapi tantangan. Saat saya berusaha flash back apa saja yang sudah saya lakukan sampai akhirnya bisa menjadi salah satu dari 200 Australia Awards Scholarship Awardee, saya sendiri tertegun. memang lebih enak mengenang ya, daripada melakukannya. Haha. Baiklah, berikut hal-hal yang saya lakukan dalam rangka mempersiapkan beasiswa:

1. Bikin Komitmen dengan Suami dan Caregiver
"Berdua denganmu..pasti lebih baik..." kira-kira begitu penggalan lagu dari Acha Septriasa (yang adalah selingkuhannya mantan saya. wkwkwk. kok jadi curcol?). Never mind. Intinya, karena kita sudah berkeluarga dan punya anak, ada baiknya kita diskusikan terlebih dahulu mengenai rencana kita mengejar beasiswa. Tentunya supaya bisa meminimalisir hal-hal yang mungkin tidak kita harapkan. Kalau dulu, saya diskusi dengan suami dan menyusun rencana apa yang akan saya lakukan dan alokasi dana yang harus disiapkan terkait dengan rencana tersebut. Beruntung, kami sepakat untuk mendukung saya dahulu yang maju mengejar beasiswa, setelah itu, baru lah suami saya yang nanti akan mengejar beasiswa, Oh ya, saya juga sounding rencana saya ke Mama dan papa saya sebagai yang selama ini mendampingi saya mengasuh Janthra. Ini membantu banget loh, misalnya ya, ketika saya sudah bekerja kembali dan tidak mungkin izin untuk mengantarkan langsung formulir aplikasi dan berkas beasiswa ke AAS Office, maka suami saya lah yang mewakili saya untuk pergi mengantarkan. Atau saat saya harus konsentrasi belajar karena besoknya IELTS Test, mama dan papa saya langsung bantu mengurus Janthra. Pastikan support system kita mendukung penuh ya.



2. IELTS Preparation Course
Saya sadar bahasa inggris saya pas-pas-an. Pas ditanya bule ya bisa jawab, pas disuruh ngomong ya bisa ngomong, tentunya dengan banyak jeda' aaa', iii', uuu', eee'. Haha. Jadilah, kami memutuskan bahwa saya perlu ikut IELTS Preparation Course. Bukan apa-apa sih, IELTS test itu kan mihil ya biayanya, sekitar 2,5 juta, lah nanti kalau kita minim persiapannya, sayang dong duit 2,5 juta itu melayang??Mayan tuh bisa buat beli dompet Kate Spade. Haha. Apalagi setelah saya browsing dan tanya-tanya ke beberapa teman, model soal IELTS ini berbeda dengan TOEFL. Dulu, saya pernah ikut TOEFL dua kali, dan dapet skor 500 dan 528, tapi ini tidak membuat saya yakin bahwa saya bisa dapat nilai yang baik di IELTS Test. Saya sih sangat merekomendasikan anda untuk ikutan IELTS Preparation Course ya. Karena disini, kita di-drill untuk terbiasa mengerjakan soal-soal khas IELTS. Apalagi IELTS test punya 2 komponen bahasa inggris yang perlu perhatian khusus. Writing dan Speaking. Writingnya akan ada 2 bentuk soal, soal pertama kita diminta menganalisa gambar, tabel, grafik, dll dan menuangkannya menjadi essay. Soal kedua, kita diminta untuk mengeluarkan opini kita dan berargumentasi atas pernyataan yang disediakan, tentunya dituangkan juga dalam essay bahasa inggris. Nah, Speakingnya, kita berhadapan langsung dengan native speaker. Biasanya examiner akan meminta kita menceritakan tentang diri kita, bertanya tentang beberapa topik secara random dan melakukan speech atas topik yang mereka berikan. Aw aw aw, jadi harus bener-bener disiapin doong.

3. Kontak Dosen, Bos dan Siapapun yang bisa kasih Recommendation Letter!
Ini wajib hukumnya! dari jauh-jauh hari ya. Bina relasi yang baik dengan Bapak dosen dan bos tercinta, sehingga pada saatnya nanti kita minta mereka memberikan surat rekomendasi, mereka akan dengan senang hati menulisnya. Hehe. Saya sih dulu beberapa bulan sebelumnya sudah mulai kontak lagi dengan mereka, entah sekedar menanyakan kabar, kabar keluarga atau kesibukan saat ini. Kan nggak etis juga, kalo ujug-ujug kita minta surat rekomendasi mereka tanpa tedeng aling-aling. Haha. Oh ya, permohonan surat rekomendasi ini biasanya ada 2 cara, 1) Orang yang merekomendasikan kita menulis sendiri surat rekomendasi untuk kita, sehingga lebih genuine, tulus dan mengena. Hehe. Cuma biasanya ini akan sulit bagi orang-orang yang sibuk 2) Kita membuat draft surat rekomendasi, mengirimkan kepada orang yang akan menjadi referee kita, lalu jika setuju, mereka akan langsung tanda tangan. Nah, cara ini biasanya lebih banyak dipakai, mengingat kesibukan orang-orang penting yang akan jadi referee kita. Beruntung, saya punya mantan dosen di Ilmu Kesos UI dulu yang sekarang jadi wakil dekan FISIP UI. Selain beliau, saya juga meminta team leader saya di kantor lama yang notabene-nya bule keturunan belanda-turki untuk menjadi referee saya. Siapa referee kita, juga sangat menentukan loh. Pilih lah orang-orang yang cukup dikenal, punya publikasi baik dan punya pengaruh di bidangnya.

4. Disiplin Belajar, Belajar dan Belajar.
Kenapa saya sampai menekankan kata Belajar sampai 3 kali?hehe, karena inti dari semua ini adalah belajar. Kita mau dapat beasiswa supaya kita bisa belajar hal baru juga toh. Karena itu, dalam perjalanan mendapatkannya, ya harus dengan belajar dong. Dulu, saya membuat target belajar setiap hari. Setiap hari, harus ada 1 dari 4 komponen bahasa inggris di dalam IELTS Test yang harus saya pelajari. Pelajari teorinya dan latihan mengerjakan soalnya. Hehe. Saat itu, buat saya lumayan menantang situasinya. Saya saat itu belum bekerja, masih menyusui dan mengurus anak sendiri.  No baby sitter atau pembantu. Mama papa saya baru ikut membantu mengurus Janthra ketika saya sudah mulai bekerja. Ripuh banget bagi waktu untuk urus anak dan suami, serta untuk belajar. Biasanya saya curi-curi waktu belajar sehabis menyusui Janthra, tentunya setelah Janthra tertidur pulas. Hilangkan rasa capek, penat atau lelah karena mengurus anak. Saya tahu, paling enak setelah nyusuin anak itu ya ikut tertidur pulas kan bersama anak?tapi dalam kasus ini, TIDAK BISA. Waktu anak tidur, waktu emas untuk kita belajar, walau dalam kondisi ngantuk atau capek. Hehe. Ingat betul saya, ketika baru sekitar 10 menit belajar, anak saya pun bangun dan akhirnya saya harus menutup buku dan mencari kesempatan lain. Seringnya begitu. Hehe. Belum lagi saya juga harus cari waktu untuk pumping ASI sebagai cadangan. Atau ada kalanya payudara sakit karena penuh susu, luka karena gigi anak. Hah, luar biasa lah pokoknya. Hehe. Waktu paling mantap buat saya belajar sendiri biasanya tengah malam, selesai sholat tahajud, selepas menyusui anak. Belajar sendiri ini penting loh, karena walau kita sudah ikutan preparation course, tapi kalau tidak belajar dan latihan sendiri ya sama aja bohong. Hehe.

5. Pelajari Beasiswanya
Ini tidak kalah penting. Kita harus mengenal siapa pemberi beasiswa kita, fokus mereka, persyaratan dan administrasi yang harus dipenuhi dan tentunya form aplikasi yang harus dilengkapi. Di dalam form aplikasi, tantangannya itu ya pada saat kita harus membuat essay, mengapa kita patut mendapatkan beasiswa, apa kontribusi kita ke depan untuk Indonesia. Nah, untuk poin ini, banyak-banyak lah baca buku, baca berita, diskusi dengan teman-teman yang sudah pernah mendapatkan beasiswa. Waktu itu, saya harus curi-curi waktu mengisi formulir aplikasi beasiswa di tengah padatnya jadwal program di kantor yang harus saya implementasikan. Yak! saat itu saya sudah mulai masuk kantor baru dan harus menjalankan program pengembangan anak usia dini di 3 tempat, Semarang, Bogor dan Jakarta Utara. Walhasil sering bgt travelling dan badan rasanya rontok banget. Haha. Tapi ya harus pintar cari waktu untuk isi form aplikasi.

6. Banyak Ibadah dan Rutin Berbuat Kebaikan
Saya percaya pada kekuatan doa. Karena itu, saya punya target sendiri bahwa saya harus memperbanyak ibadah saya dan lebih rajin berbuat kebaikan dari biasanya. Berbuat kebaikan ini bisa dengan berbagai cara loh kalau kita kreatif. Kan gak harus juga dengan selalu mengeluarkan uang sedekah. Bisa dengan ikut membantu teman mempermudah urusannya, membantu kesulitan yang dihadapi kedua orang tua, dll. Prinsipnya, siapa membantu orang lain, sama saja dengan membantu diri snediri juga menuju impiannya. Saya merasakan betul hal itu, banyak dukungan yang saya dapat, termasuk kemudahan dalam tes seleksi beasiswa AAS dan proses JST Interview-nya.

7. Ikhlas
Setelah semua aplikasi dikirim dan berbagai usaha kita lakukan, saatnya kita mempersiapkan mental kita atas semua yang akan terjadi. Bersiap untuk resiko terburuk dan berharap untuk hasil yang terbaik. Ikhlas apapun hasil yang akan terjadi. 

Well, kira-kira inilah 7 hal yang saya lakukan dalam mempersiapkan pengajuan aplikasi beasiswa. Selanjutnya, saya mau nulis apalagi ya?Oh mungkin tentang proses seleksinya ya. Okeh, semoga besok ada waktu juga untuk menulis sambungan cerita ini ya. Hehe. Thanks for reading!

10 komentar:

  1. Luar biasa mak, saya dari dulu lumayan sering ikut test beasiswa tapi gak pernah ada yang lolos.. hiks..hiks.. di dalam negeri aja gak lolos mak, gemana ke luar..:(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, terus semangat mencoba mak Fera! waktu nunggu interview, saya kenalan dengan banyak kandidat yang sudah 2-8 kali mencoba apply namun tak kunjung dapat. Kalah semangat saya ini yang baru sekali coba apply beasiswa dengan mereka yang sudah berkali-kali. Prinsip mereka: jangan menyerah pada beasiswa ini!buat beasiswa ini yang menyerah pada kita dan akhirnya menerima kita jadi awardee. Siapa tau rejeki mak!hehe

      Hapus
  2. Keren!!
    Bangga!!
    Allahu Akbar!
    Kekuatan doa, semangat yg tak pernah runtuh dan dukungan keluarga.
    Doain ya malgence mdh2an gw bs sukses dan mencapai apa yg dicita2kan.
    Aamiin..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih didhut, my best friend!
      Iya dhut, betul banget kata lo semua itu..kekuatan doa, semangat yang tak runtuh dan dukungan keluarga..
      Doaku selalu bersamamu dhuuut. Hehe..aminnn! semoga Allah selalu memberikan yang terbaik buat maldidhut yaa

      Hapus
  3. Keren!!
    Bangga!!
    Allahu Akbar!
    Kekuatan doa, semangat yg tak pernah runtuh dan dukungan keluarga.
    Doain ya malgence mdh2an gw bs sukses dan mencapai apa yg dicita2kan.
    Aamiin..

    BalasHapus
  4. Mbak gen, kece bgtz. Setuju mba kekuatan doa dan berbuat kebaikan 😍😍😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha makasih wulancee..iya, senjata pamungkas ituu

      Hapus
  5. persiapannya seremm.. semangatt makkk

    BalasHapus
  6. Saluuut bacanya. Aku sendiri krn keasyikan kerja udh ga pgn lg ambil S2 apalagi beasiswa mba.. Beda ama suamiku yg smpet ambil master sambil ttp kerja.. :D. Makanya selalu kagum ama orang2 yg semangat banget cari beasiswa ato kuliah lagi nth biaya sendiri ato beasiswa.. :) . Sukses trus mba. Semoga kuliahnya di aussie bisa cepet selesai

    BalasHapus