Senin, 18 Januari 2016

Journey Coffee...Dimana Perjalanan Kopi Dimulai...

Jumat lalu, salah seorang senior saya di Kampus dulu ngajak ketemuan buat chit-chat masalah kerjaan dan beasiswa. Doi ini tinggalnya di Karawaci tapi ngantor di Dharmawangsa, nah saya tinggalnya di Pondok Kelapa tapi ngantor di Ragunan. Deng! bingung dong kita cari tempat yang cozy, mureee (secara tanggal tua dan belom gajian), tapi makanan dan minumannya cihuyyy. Sialnya, si temen saya ini menyerahkan keputusan ini ke saya, dengan alasan saya tau tempat-tempat asik di Jakarta (menurut ngana?!!)

Langsung lah keinget saya dengan salah satu tempat yang sering saya lewatin (kalau pulang bareng sama suami saya), tetapi belum pernah saya coba. Kedai kopi kecil di sudut gitu, tapi dilihat dari luar, sepertinya nyaman dan asik. Journey Coffee! Yak, terletak di Jalan KH. Abdul Syafe'i, Tebet, kedai kopi ini berada di pinggir jalan raya diapit oleh Restoran Mamienk Daenk Tata dan Restoran Padang Sederhana. 

Kedai Kopi ini unik banget, interirornya catchy gitu, kayak sofa pink fuschia di sudut depan atau ornamen ayunan di depan kasir dan counter pesan. Pelayannya juga cukup ramah. Soal minuman, kedai ini menyajikan berbagai jenis kopi indonesia maupun teh yang diracik dengan gaya khas mereka. Kemarin itu, saya mencoba green tea frappucino. Ini nih jeleknya saya, tiap ke kedai kopi, pasti saya pesennya green tea atau chocolate. Abisnya saya punya maag cyiiin, jadinya ga kuat deh minum kopi. Hehe.

Green Tea Frappucino yang badai ituuuh..

Green tea frappucino-nya badai, cyiiin! gelasnya super tinggi, kepadatannya cukup (gak terlalu cair), dan cukup ringan terasa, walau ada sedikit sensasi pahit sebagai penutup rasa. Saya rekomendasi-in minuman ini untuk dicoba. Karena selain enak, murah, porsinya juga banyak gak kayak minuman lain. Haha. Buat menu makanan, saya mencoba chicken gourdon blue. Lumayan sih rasanya. Kejunya melted, terus gak hambar-hambar banget. Khas masakan barat yang memang tidak berani bumbu. Untuk green tea dan chicken gourdon blue ini, saya cuma harus merogoh kocek sekitar 70 ribuan. 

Yummm kan penampakan chicken gourdon blue-nya

Bakal balik lagi sih saya pastinya. Yang mungkin kurang oke di tempat ini, musik disini diputar agak terlalu keras (menurut saya), sehingga kita harus berbicara agak keras atau mengulang order kita ke si pelayan. Satu lagi, toiletnya kurang bersih dan wastafelnya pas aku dateng lagi rusak. Harapannya sih ke depan, owner-nya mau sediain toilet, wastafel yang lebih baik ya, biar lebih lama nongkrongnya. Secara eike orangnya beser. Haha

Jumat, 15 Januari 2016

Jakarta, 14 Januari 2016 (Kemarin)


Dari pagi saya rasanya males dan gak mood banget masuk kantor. Gegara kejadian semalem yang sukses bikin saya gak bisa tidur, alhasil saya mengantuk dan rusak mood buat ke kantor. Naik ojek online pagi-pagi, eh si abangnya tukang ngebut dan sok tau yang akhirnya lewat jalanan salah, kejebak macet dua kali dan mesti puter balik. Lalu, lanjut lah saya pergi naik busway dari Depkes Kuningan ke arah Ragunan, dimana kantor saya berlokasi. Sudah tinggal satu halte lagi turun, eh ada busway yang mogok di halte tempat saya seharusnya turun. Alhasil saya harus ikut bermacet-macet ria lagi ke satu halte berikutnya, turun dan naik busway ke arah sebaliknya demi bisa sampe ke kantor saya.

Nyampe kantor rasanya males banget kerja. Terus tau-tau ada temen yang ngajakin ketemuan sepulang kerja. Ya udah lah daripada suntuk, saya mengiyakan. Lagi asik-nya whatsapp dengan teman saya, seketika dia mengirimkan foto ledakan bom di Sarinah yang baru saja terjadi. Oh my God! Gila ya teroris ini. Mengatasnamakan agama buat berbuat anarkis.

Kalo diliat-liat, profil orang-orang yang jadi 'penganten' alias pelaku bom bunuh diri, biasanya orang- orang yang introvert, orang yang sering menerima bullying atau tekanan lain baik dari keluarga atau peer group di lingkungannya tapi gak punya sarana aktualisasi diri atau emosi. Kenapa orang-orang seperti ini ya yang jadi sasaran?karena jiwa-nya rapuh, gampang dipengaruhi dan di-brainwash. Pernah tau pengajian-pengajian sesat jaman SMA dan kuliah yang sering rekrutin orang-orang buat hijrah? Nah, temen-temen saya yang kena ajakan, tipe-nya gitu-gitu semua tuh. Hihi.

Eniwey, kejadian teror bom di Sarinah ini tujuannya emang cuma buat introduksi dan aksi pembuktian diri sih. Belum tentu juga ISIS sih kayaknya *Bah!mulai sotoy. Bisa jadi ini tuh kelompok militan agamis lokal yang pengen bergabung dan dipinang oleh ISIS. Jadi, kejadian kemarin itu macam pembuktian diri dan menarik perhatian ISIS supaya ngajak mereka join atau jadi perpanjang tanganan-nya.

Sebenernya bukan kurang rapih sih ya kejadian teror kemarin. Tapi, emang tujuannya cuma buat narik perhatian buat nunjukin diri. Bukan targetin high explosion, high victims gitu. Halah! ngasal banget analisa saya. Yang jelas, saya mengutuk aksi macam gini. Apalagi yang mengatasnamakan Islam atau agama apapun. Saya rasa tiap agama pasti cinta damai. Bahkan di Islam sendiri, ada loh ayat yang terkait dengan teroris ini:







































Saya setuju sih anggapan yang bilang terrorist has no religion. Iya dong, kalo agama-nya dipake, bunuh lalat aja mikir, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad. Ini bunuh puluhan atau ratusan orang kok ya jadi halal..Ya toh?

Rabu, 13 Januari 2016

Go*ek oh Go*ek!

Oke, hari ini kayaknya bakal jadi 2 tulisan baru di blog saya. Soalnya lagi demotivasi kerja dan pengennya nulis aja. Hehe, gpp ya?yang nggak boleh kan, kalo lagi demotivasi kerja tapi terus pengennya makan orang..Seperti tulisan yang baru aja saya publish di blog ini, entry kali ini juga terinspirasi dari diskusi saya dan suami sepanjang perjalanan Pondok Kelapa - Kuningan sambil bermacet-macet ria di motor.

Kemarin, tiba-tiba kami ngobrol soal kenaikan harga Go*ek. Dibuka dengan pertanyaan pendek dari saya: "Yang, Go*ek udah turun lagi belom sih?", yang lalu berlanjut panjang lebar ke ranah ilmu ekonomi. Duh, siap-siap pusing deh. Hehe. Jadi, ternyata apa yang Go*ek sedang terapkan sekarang itu salah satu strategi dalam pasar ekonomi loh. 

Istilahnya "Predatory Prices". Weleh, apalagi ini? pikir saya, kepala saya langsung "tuing-tuing" begitu mendengarnya. Tapi, bagi saya yang punya background ilmu sosial ini, saya selalu excited ketika suami saya menjelaskan hal berbau ekonomi. So, apa itu Predatory Prices?

Predatory Prices itu sebenernya salah satu strategi di dalam pasar persaingan usaha yang dapat digunakan untuk 1) Membuat kompetitor usaha kalah bersaing  atau 2) Mengembalikan keuntungan. Lalu, bagaimana mekanisme-nya? Menurut suami saya, kan awalnya Go*ek menerapkan promo dan diskon harga jauh dibawah kompetitornya. Kompetitor Go*ek ga cuma layanan ojek berbasis aplikasi ya, tetapi juga angkutan umum lainnya di Jakarta. Dengan begitu, orang-orang akan berduyun-duyun memilih Go*ek sebagai pilihan utama transportasinya dan meninggalkan sarana angkutam umum lain. Iya kan lumayan bikin kita perpindah hati dari busway atau angkot ya. Terus, karena promosi dan diskon harganya berlaku cukup panjang, akhirnya warga menjadi nyaman dan bergantung menggunakan Go*ek.

That's it! dependensi alias ketergantungan. Itu tujuannya. Jadi, mirip efek narkoba ya. Hehe. Diharapkan jika Warga Jakarta sudah nyaman dan ketergantungan dengan Go*ek, akhirnya akan menjadi pelanggan setia alias loyal. Soal hasil, banyak faktor yang menentukan. Cuma yang menarik diperbincangkan, apa alasan Go*ek menerapkan hal ini. Nah, menurut Bapaknya Janthra, alasan yang mungkin lebih tepat dibalik naiknya tarif Go*ek ini adalah desakan investor yang meminta keuntungan dari modal yang sudah mereka tanamkan, Iya! Kan semasa Go*ek promosi, istilahnya mereka 'merugi' nih, tetapi masih tetap bisa bertahan ya karena andil para investor itu. Sekarang ketika investornya merasa sudah 'jatuh tempo', Go*ek akhirnya menerapkan mekanisme kenaikan harga untuk mengejar keuntungan dan menutupi kerugian yang ada. 

Hooo, gitu toh...Saya pun mengangguk ngerti sekaligus bingung. Sebenarnya mekanisme predatory prices ini ga sehat ya untuk persaingan pasar. Tapi ya, selama tidak menggunakan dana pemerintah atau dana masyarakat umum, biasanya gak akan jadi sorotan. Soalnya si owner Go*jek ini kan menggunakan dana pribadi sebagai modal dan investor. Seneng juga punya suami lulusan ilmu ekonomi, jadi bisa ngerti hal-hal macam gini. Huft! sebagai salah satu orang yang juga merasakan nyamannya menggunakan Go*ek, saya berharap semoga tarif Go*ek kembali promo..*ngarep.com

Macetoss!

Sudah lama gak nulis di Blog dan sekalinya bikin entry, eh tentang kemacetan di Jakarta. Haha. Jadi ceritanya 2 hari lalu saya mulai bareng lagi nih pergi ke kantor tebeng sama suami saya naik motor. Yap! Naiknya tarif gojek akhirnya menggugah suami saya untuk kembali bangun pagi dan memberi saya tebengan untuk ke kantor. Sedih sih, tarif gojek naik, tapi gimana dong, lebih enak di-"ojekin" sama suami kan ya?Hehe. Walau makan hati juga sih bangunin Pak Misua. *eh

Biasanya, sepanjang perjalanan kami akan bertukar cerita sampe rasanya mulut capek ketawa-ketawa atau ngomong ngalor-ngidul ga jelas. Kadang juga diem seribu bahasa..*krik krik krik..Tapi, 2 hari lalu, kami malah diskusi selama perjalanan. Sambil menikmati kemacetan, diskusi apalagi sih yang kurang sedep diomongin kecuali diskusi tentang kemacetan itu sendiri?hahaha..Entah kenapa topik itu yang malah mencuat.

Jadi, kami sebagai penikmat sekaligus pengamat kemacetan amatir, berpikir kayaknya sekarang ini penyebab kemacetan udah bukan lagi karena angkutan umum yang nggak nyaman ya. Kalo dulu, itu kan yang selalu dijadiin alasan buat pengguna mobil, kenapa mereka males pake mobil. Terus anggapannya dulu itu peningkatan jalan harus linier atau sebanding dengan keadaan jumlah kendaraan. Nah, kalo menurut kami, rasanya anggapan itu sudah tidak relevan ya. Contoh macet di Tebet lanjut ke Cassablanca. Pemerintah menambah lebar badan jalan kan ya, terutama seberang mall kokas itu. tapi terus macetnya pindah ke persimpangan jembatan layang dan kuningan. Semacam bottleneck karena badan jalan yg melebar akhirnya menyempit lagi (gak banyak kendaraan yang lewat jalan layang itu soalnya).

Well, sampai lah kami pada kesimpulan bahwa penanganan masalah kemacetan di jakarta sekarang harus lebih ditekankan ke pola pikir warga Jakarta. Pola pikir bahwa walau ada kendaraan umum yang sekarang juga udah nyaman, tetep aja lebih enak naik mobil atau motor pribadi. Kenapa?karena menurut saya, lebih simpel, gak perlu gonta-ganti kendaraan kalau tujuannya jauh. Iya dong..manusiawi itu! Sebagian warga juga masih jadiin mobil atau motor sebagai parameter keberhasilan hidup, jadinya berasa punya prestige sendiri kalo bisa bawa mobil atau motor. Selain itu, macet juga sudah dianggap wajar oleh semua orang di Jakarta. Kalo dateng ke kantor telat, terus bos nanya, pasti jawabnya: jalanan macet pak! Dan si bos pun akan mengangguk dan memaklumi. Hehe, ini sebenernya keliru sih. Masa macet dianggap wajar, apalagi kalo judulnya macet di jalan tol alias jalan yang bebas hambatan. Hehe. Nah, kalo udah main ke pola pikir, orang psikolog rasanya harus ikutan kontribusi nih dalam hal menanggulangi masalah kemacetan ya.


Kalo dari saya, sebenarnya perlu revitalisasi beberapa sistem yang udah ada dan harus lintas sektoral. Misal, ide adanya bus atau mobil antar-jemput yang disediain oleh kantor-kantor, baik pemerintah maupun swasta, itu juga sudah cukup signifikan mengurangi kemacetan. Karyawan bisa duduk santai sampe kantor tanpa perlu gonta-ganti kendaraan. Yang ngantuk bisa tidur dengan nyaman. Bisa juga kan pemerintah bikin regulasi mengenai itu dan akhirnya jadi semacam mandatory kalo perusahaan dan kantor-kantor harus menyediakan bus atau mobil antar jemput buat karyawannya. Atau, ide anak muda yang tergabung dalam komunitas nebengers, itu juga salah satu ide brilian yang bisa dioptimalkan.

Yah, masalah kemacetan ini kompleks banget sih menurut saya, dan perlu ditinjau dari berbagai sisi. Semoga ya orang-orang pintar yang duduk di kursi pemerintahan bisa punya pemikiran revolusioner untuk mengatasi kemacetan yang ada. Amin!